06/08/11
Pembudidayaan Ikan di Kutai Kartanegara
Produksi perikanan budidaya terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan target pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menjadikan Indonesia sebagai penghasil ikan terbesar di dunia. Produksi perikanan budidaya Indonesia tahun 2004 tercatat 1,5 juta ton naik menjadi 3,5 juta pada tahun 2008, naik kembali menjadi 4,7 juta ton pada tahun 2009 dan 5,8 juta ton pada tahun 2010. Pemerintah menargetkan peningkatan produksi perikanan budidaya mencapai 353% atau 16,9 juta ton pada 2014.
Salah satu daerah yang memiliki potensi perikanan budidaya adalah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sebagai sentra perikanan budidaya di Kaltim, Kukar memiliki potensi pengembangan yang cukup besar yang ditunjang dengan keberadaan pantai sepanjang 187,5 km, perairan laut kurang lebih 1.312,5 km persegi, danau 19,217 hektar, sungai 22.302,15 hektar, rawa 37.661 ha, waduk 48 hektar dan embung bekas tambang seluas 175 hektar.
Produksi perikanan Kukar selama 5 tahun terakhir (2005-2009) meningkat 37% atau rata-rata 8,5% pertahun yang diikuti dengan peningkatan nilai produksi. Produksi ikan Kukar tercatat 67.750 ton (2005), 68.278 ton (2006), 81.908 ton (2007), 84.935 ton (2008), 132 ribu ton (2010). Kenaikan ini seiring dengan peningkatan nilai produksi dari Rp 885,5 miliar pada tahun 2004 menjadi Rp 3,3 triliun pada tahun 2010. Penyerapan tenaga kerja di sektor perikanan juga meningkat dari 90.745 orang pada tahun 2009 menjadi 96.014 orang pada tahun 2010.
Dari jumlah produksi ikan Kukar tahun 2010, sebanyak 57. 281 ton atau 43% berasal dari perikanan budidaya. Jika dibandingkan dengan produksi perikanan budidaya provinsi, Kukar menyumbang 18,15% dari produksi Kaltim yang tercatat 314 ribu ton.
Pengembangan perikanan budidaya dikembangkan di 3 kawasan sentra produksi yang meliputi wilayah hulu terdiri dari kecamatan Muara Muntai, Muara Wis, Kota Bangun, Kembang Janggut dan Muara Kaman dengan komoditas unggulan patin, jelawat dan betutu. Kedua, kawasan sentra produksi di wilayah tengah dengan komoditas unggulan nila dan ikan mas meliputi kecamatan Tenggarong, Tenggarong Seberang, Loa Kulu dan Loa Janan. Ketiga, kawasan sentra produksi di wilayah pesisir dengan komoditas unggulan udang windu, bandeng dan kepiting meliputi kecamatan Anggana, Muara jawa, Samboja, Muara Badak dan Marang Kayu.
Pengembangan perikanan budidaya di Kukar dilakukan di kolam, keramba, tambak dan bahkan bekas galian tambang. Pembudidaya ikan kolam salah satunya dikembangkan Kelompok Pembudidaya Mandiri Jaya di Kecamatan Anggana. Kelompok pembudidaya yang beranggotakan 13 orang dengan luas kolam mencapai 15,5 hektar ini mengembangkan udang galah. ”Dengan berbagai pelatihan yang kami ikuti baik di Kaltim hingga Sukamandi, Jawa Barat, akhirnya kami bisa mengembangkan udang galah. Sebelumnya kami enggak tahu cara mengembangkannya, sehingga sering mati semua,” tutur Rahmat Amin Ketua Kelompok Pembudidaya Mandiri Jaya. ”Kunci dalam pembudidayaan udang galah adalah pembuatan shelter, agar udang bisa terlindung ketika mengalami pergantian kulit,” tambahnya.
Kini dari kolam milik sendiri yang luasnya 5,5 hektar, ia bisa memanen udang galah sekitar 19,25 kuintal hingga 23,37 kuintal setiap 6 bulan sekali. Udang tersebut dijual dengan harga antara Rp 60 ribu hingga Rp 80 ribu perkilogram. Dari sisi pemasaran ia pun tidak kesulitan karena telah bermitra dengan 3 perusahaan yang selalu siap menampung hasil panennya, bahkan ia belum bisa memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat.
Pembudidaya udang lainnya adalah Dasar Santoso anggota Pembudidaya Mandiri Jaya yang memiliki lahan 1 hektar. ”Dengan adanya pelatihan saya bisa mengembangkan udang galah dengan produksi sekitar 4 kuintal sekali panen,” tutur ayah 4 anak ini.
Pembudidaya ikan juga dikembangkan Kelompok Pembudidaya Keramba Makmur di Kecamatan Tenggarong Seberang dengan memanfaatkan bekas galian tambang yang sudah tidak terpakai selama 9 tahun. Sebelum dilakukan pembudidayaan, selama 4 tahun dari tahun 2003-2007 dilakukan sterilisasi dengan menaburkan garam berkalsium bertahap mulai dari 5 ton pertahun, turun menjadi 3 ton pertahun hingga 1 ton pertahun. ”Selama 4 tahun total garam yang sudah ditabur mencapai 12 ton,” tutur Ahsin Hamami, Ketua Kelompok Pembudidaya Keramba Makmur. Seiring dengan penaburan garam, ia juga melakukan ujicoba pembudidayaan ikan kecil-kecilan. Awalnya ikan yang ditanam mati, baru pada tahun 2007 ikan yang ditanam bisa hidup sehingga ia optimis bisa mengembangkan ikan di bekas galian tambang. ”Sekarang saya punya 4.000 kolam ikan dengan hasil sekitar 15 ton perbulan,” tambahnya. Berbagai ikan yang dikembangkan cukup beragam antara lain gurame, patin, nila, emas, lele dan bawal. ”Hasil tangkapan ikan rata-rata untuk menyuplai berbagai rumah makan di sekitar Kukar,” tambahnya.
Seiring hadirnya perusahaan pengolahan ikan, hasil perikanan budidaya di Kukar telah diolah secara modern sehingga telah menembus pasar internasional. Hal ini salah satunya dilakukan PT Syam Surya Mandiri yang mengolah udang organik menjadi udang beku untuk diekspor ke Jepang, Amerika, Kanada dan Jerman. Setiap bulan, perusahaan yang menyerap 600 tenaga kerja ini bisa mengeskpor udang sekitar 120 ton dengan tujuan utama Jepang dan Eropa.
(Firman dan Mika)
Sumber :setkab
Tambak Silvofishery Di Delta Mahakam

Deforestasi tersebut akan berdampak terhadap perubahan yang mendasar, seperti perubahan iklim mikro, terutama dalam goncangan yang cepat dari suhu, salinitas, angin dan evaporasi. Daya tangkap atau daya saring dari daerah terbuka terhadap bahan pencemar dan lumpur menjadi rendah, selain juga rentan terhadap erosi dan abrasi pantai, sehingga kekeruhan di wilayah sekitarnya menjadi sangat tinggi, yang ditandai dengan adanya pendangkalan di alur lalu lintas air, dan pada akhirnya mengurangi fungsi mangrove sebagai nursery ground, feeding ground, fishing ground, dan lain-lain.
Konversi hutan mangrove menjadi lahan pertambakan, pertanian, perkebunan, migas maupun pemukiman akan berdampak negatif pada regenerasi stok sumberdaya ikan dan udang, selain itu hal ini dapat mengakibatkan kemusnahan fungsi-fungsi ekologis hutan mangrove sebagai daerah tempat mencari makanan, asuhan, memijah ikan maupun organisme lainnya. Hal ini akan berakibat pada hilangnya berbagai macam spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir.
Mengingat sangat pentingnya fungsi hutan mangrove disatu sisi dan banyaknya pembukaan areal hutan mangrove menjadi kawasan pertambakan di pesisir Delta Mahakam pada sisi lain maka periu segera dilakukan upaya-upaya pemulihan kembali fungsi ekologis dan ekonomi kawasan hutan mangrove di Delta Mahakam melalui kegiatan rehabilitasi lahan yang di kombinasikan dengan pengembangan budidaya tambak yang disebut tambak sivofishery, sehingga kegiatan ektensifikasi tambak yang merusak lingkungan dapat digantikan dengan model tambak sivofishery.
Mengingat sangat pentingnya fungsi hutan mangrove disatu sisi dan banyaknya pembukaan areal hutan mangrove menjadi kawasan pertambakan di pesisir Delta Mahakam pada sisi lain maka periu segera dilakukan upaya-upaya pemulihan kembali fungsi ekologis dan ekonomi kawasan hutan mangrove di Delta Mahakam melalui kegiatan rehabilitasi lahan yang di kombinasikan dengan pengembangan budidaya tambak yang disebut tambak sivofishery, sehingga kegiatan ektensifikasi tambak yang merusak lingkungan dapat digantikan dengan model tambak sivofishery.
Penerapan tambak silvofishery telah di terapkan di Handil 8 Kelurahan Muara Jawa Ilir Kecamatan Muara Jawa Kawasan Delta Mahakam, merupakan daerah yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari perairan pesisir dan laut, memiliki potensi besar dalam bidang perikanan, pariwisata, kawasan hutan mangrove dan sumberdaya alam lainnya. Sumberdaya perikanan yang memiliki potensi dan memiliki nilai ekonomis penting serta merupakan komoditas ekspor di daerah tersebut salah satunya adalah kepiting bakau. Tambak silvofishery di daerah handil 8 saat ini digunakan untuk budidaya kepiting soka (Soft Shell Crabs) dari jenis Kepiting bakau (Scylla serrata F).
01/08/11
Produksi Perikanan Kaltim Capai 341 Ribu Ton Pertahun
SAMARINDA – vivaborneo.com, Potensi produksi perairan laut yang dapat diusahakan secara lestari setiap tahun sebesar 140 ribu ton, sedangkan potensi tambak sekitar 122 ribu ton dan potensi perikanan air tawar sebesar 79 ribu ton, maka total produksi perikanan Kaltim sebesar 341 ribu ton.
“Kaltim merupakan daerah yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang sangat prospektif. Untuk potensi produksi baik tambak maupun perikanan air tawar dan perairan laut mencapai 341 ribu ton dengan tingkat pemanfaatan hingga saat ini mencapai 30 persen,” ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim H Iwan Mulyana, didampingi Sekretaris DKP Kaltim H Rusdiansyah Indra.
Menurut dia, potensi perikanan dan kelautan Kaltim tersebar dan merata di 14 kabupaten dan kota, terutama daerah terletak pada wilayah pantai. Diantaranya Kabupaten Bulungan, Tarakan, Kabupaten Berau, Kutai Timur, Bontang, Balikpapan, Penajam Paser Utara, Kabupaten Paser, Kabupaten Tana Tidung dan Kabupaten Nunukan.
Langganan:
Postingan (Atom)